BAB 1
PENDAHULUAN
DAN PEMBAHASAN
SINDROM
ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID:
ASPEK
HEMATOLOGIK DAN PENATALAKSANAAN
1.1.
Latar Belakang
Sindroma antibodi
antifosfolipid (antibody antiphospholipid
syndrome, APS) didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang
ditandai dengan adanya 1) antibody antifosfolipid (antibody antikardiolipin
dan/ atau antikoagulan lupus) yang menetap (persisten) serta 2) kejadian
berulang thrombosis vena/ arteri, keguguran, atau trombositopnia. Sindrom ini
pertama kali diusulkan oleh Hughes dan Harris antara tahun 1983-1986, oleh
karena itu sindrom ini dikenal juga sebagaii sindrom Hughes.
Antibodi
antifosfolipid (antiphospholipid
antibody, aPLA) didefiinisikan sebagai immunoglobulin yang bereaksi dengan
dinding biologis sel bagian luar yang komponen utamanya adalah fosfolipid.
Fosfolipid
antikoagulan disebut juga sebagai antifosfolipid (antiphospholipid, aPL), yang
secara structural hampir menyerupai komplemen. Secara alamiah (fisiologis), aPL
yang dibentuk oleh tubuh adalah b2 glikoprotein I
(b2GPI),
berfungsi sebagai pengontrol aktivitas fosfolipid prokoagulan (PL) yang mengandung
enzim fosfolipase A₂,
PLA
). b2GPI merupakan enzim
yang terikat oleh apolipoprotein-H (Apo-H) sebagai penghambat enzim PLA2.
Selain dari b2GPI,
secara alamiah tubuh juga membentuk annexia
V atau “placental anticoagulant
protein I” yang disebut juga sebagai “plasental
aPL”, yang sangat kuat menghambat enzim PLA2, terutama pada kehamilan dan
kematian sel (apoptosis). Penghambat PLA2 yang secara patologis terbentuk
diketahui sebagai inhibitor Lupus yang lebih dikenal sebagai Antikoagulan Lupus
(Lupus Anticoagulant, LA) yang
terdiri dari subgrup, yaitu: a). LA sensitif tromboplastin yang menghambat
kompleks VIIa, III, PL, dan Ca++, mengakibatkan pemanjangan massa protrombin
(PT), khususnya pada pemeriksaan dengan “diluted
PT’; b). LA non-sensitif
tromboplastin yang menghambat kompleks VIIIa, IXa, PL, Ca++ mengakibatkan
pemanjangan masa tromboplastin teraktifasi parsial (aPTT) dan/atau yang
menghambat kompleks Xa,
Va, PL, dan Ca++ mengakibatkan pemanjangan dRVVT-1 pada dRVVT-2 normal.
Berbagai jenis aPLA dapat dibangun oleh
berbagai antigen yang terikat pada epitope
fosfolipid pada bagian luar dinding biologis sel yang terpapar. Sebagai
contoh, aPLA dependen protrombin dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat apolipoprotein, pengikat LA atau
protrombin; aPLA dependen b2-GPI dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat Apo-H pengikat b2-GPI;
dan aPLA dependen anneksin V dibangun oleh epitope
fosfolipid pengikat apolipoprotein-pengikat annexin V; sedangkan aPLA dependen
LDL teroksidasi dibangun oleh epitope fosfolipid
pengikat apolipoprotein-pengikat LDL teroksidasi.
Kebanyakan jenis aPLA yang ditemukan dapat
bereaksi langsung terhadap kofaktor plasma protein (apolipoprotein) yang
terikat kardiolipin (difosfatidilgliserol) yang dapat dideteksi secara ELISA
atau radioummunoassay (RIA), disebut
sebagai antibodi antikardiolipin (anticardiolipin
antibody, ACA).
1.2.
Epidemiologi
Antibodi
antifosfolipid dijumpai sejak usia muda, prevalensi ACA dan LA pada subyek
control sehat adalah 1-5%. Sebagaimana autoantibody lainnya, prevalensi
antibodi antifosfolipid meningkat seiring dengan bertambah umur, khususnya di
antara pasien usia lanjut dengan penyakit kronis penyerta.
Di antara pasien dengan SLE, prevalensi
ACA positif sekitar 12-30%, dan sekitar 15-34% dengan antibodi LA positif.
Banyak pasien yang menunjukkan bukti laboratorium adanya antibodi
antifosfolipid, tidak menunjukkan gejala klinis. Data yang ada untuk subyek
control sehat, tidak cukup untuk memperhitungkan presentase mereka yang
memiliki antibodi antifosfolipid dan akan menunjukkan gejala trombosis atau
komplikasi kehamilan yang sesuai dengan APS. Sebaliknya, APS dapat berkembang
dalam 20 tahun pada 50-70% pasien baik dengan lupus eritematosus sistemik
maupun antibody antifosfolipid. Meskipun demikian, hampir 30% pasien lupus
eritematosus sistemik dan dengan antibody antikardiolipin, sedikit sekali
menunjukkan bukti klinis APS pada pemantauan sekitar 7 tahun.
Studi prospektif telah menunjukkan
hubungan antara antibodi antifosfolipid dan episode pertamam dari thrombosis
venadan infark miokard, serta strok berulang. Oleh karena itu, hal yang menjadi
penting adalah identifikasi pasien dengan antibodi antifosfolipid yang
risikonya terhadap kejadian trombotik meningkat. Faktor risiko penting adalah
riwayat trombosis, adanya antibody antikoagulan lupus, dan peningkatan kadar
antibody antikardiolipin IgG. Masing-masing meningkatkan risiko trombosis
sampai lima kali lipat, meskipun tidak semua studi melaporkan hasil yang sama.
Namun, kecuali riwayat kejadian trombotik, factor risiko yang lain tidak cukup
untuk digunakan sebagai faktor prediktif dilakukannya terapi.
1.3.
Kriteria Diagnostik
Diagnosis
APSrang ditegakkan dengan 1 kriteria
klinis dan 1 kriteria laboratorium, sesuai dengan konsensus pada simposium
internasional mengenai antibodi antifosfolipid di Sapporo pada 1998.
1.4.
Kriteria Klinis
1.4.1.
Trombosis Pembuluh Darah
Satu atau lebih episode
klinis dari trombosis arteri, vena atau pembuluh darah kecil pada jaringan atau
organ yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan pencitraan/ Doppler atau
histopatologis (tanpa inflamasi dinding pembuluh darah).
1.4.2.
Morbiditas Kehamilan
·
Satu atau lebih kematian janin berusia
10 minggu atau kurang, yang tidak dapat dijelaskan-diketahui dengan
ultrasonografi atau pemeriksaan langsung, atau
·
Satu atau lebih kelahiran premature dari
neonatus normal berusia 34 minggu atau kurang, akibat eklampsia atau infusiensi
plaseenta berat, atau
·
Tiga atau lebih aborsi spontan
konsekutif sebelum usia kehamilan 10 minggu yang tidak dapat dijelaskan dimana
kelainan anatomi, genetika, atau hormonal telah disingkirkan.
1.4.3.
Kriteria Laboratorium
·
IgG Antibodi Antikardiolipin, dan/atau
isotope IgM pada titer sedang atau tinggi pada 2 atau lebih pemeriksaan dengan
interval sekurang-kurangnya 6 minggu, diukur dengan ELISA terstandarisasi untuk
antibody dependen b2GPI.
·
Adanya Antikoagulan Lupus dalam plasma
pada 2 atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurang-kurangnya 6 minggu,
dideteksi menurut panduan dari The
International Society on Thrombosis and Hemostasis (Scientific Subcommite on
Lupus Anticoagulants/Phospholipids-Dependent Antibodies).
1.5.
Patofisiologi
Asosiasi
klinik trombosis dari anti-b2GPI dan anti-anneksin V berupa
trombosis vena dan/atau arteri; antioksidan LDL berupa trombosis arteri;
sedangkan LA (aPL dependen protrombin) dapat berupa perdarahan atau trombosis,
tetapi thrombosis vena dan/atau arteri lebih sering dijumpai daripada perdarahan.
1.6.
Trombogenesis
Trombosis
dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut ini:
· Antibodi
antifosfolipid merupakan antagonis b2GPI mengakibatkan ekspresi berlebihan
PL-A2
· Antibodi
antifosfolipid merupakan antagonis Anneksin V mengakibatkan ekspresi berlebihan
PL-A2
· Antibodi
antifosfolipid merupakan antagonis trombomodulin, sehingga secara tidak
langsung antibodi antifosfolipid menghambat aktivasi protein C.
· Antibodi
antifosfolipid secara langsung menginaktivasi protein sebagai kofaktor protein
C
· Antibodi
antifosfolipid secara langsung menginaktivasi protein C mengakibatkan aktivasi
FV dan FVIII berlebihan mengakibatkkan hiperkoagulasi.
· Antibodi
antifosfolipid secara langsung berinterferensi dengan autoantibody kompleks
heparin-antitrombin, mengaktifkan reseptor Fc sel imunoefektor mengekspresikan
tromboplastin jaringan yang akan mengaktivasi koagulasi.
1.7.
Klasifikasi APS
Pada “the 11th International Congress
on Antiphospholipid Antibodies” di Sydney, 2004, telah diusulkan
klasifikasi sebagai berikut:
· APS
sebagai penyakit tunggal
· APS
yang berhubungan dengan penyakit lain termasuk
· SLE
· APS
katastrofa
Tabel
1. Antigenik “Fosfolipid Pengikat Protein” sebagai Sasaran aPLA
|
|
Protein Sel
|
|
Fosfolipid anionic
Glikoprotein 1-b2
Anneksin V
Trombomodulin
Protein C
Protein S
Protrombin
Faktor Xlc
IL-3 & GM-CSF
|
Trofoblas ®Apoptosis®penurunan ekspresi
HGC
Endotel ®Apoptosis®pelepasan EMP
®
VCAM -1, ECAM-1, E-selectin,
Faktor Jaringan
Trombosit®pelepasan PAF & ekspresi
Berlebihan GPllb/IIIa®Apoptosis®pelepasan
cPLA2,
PMP®trombositopnia
Eritrosit®Anemia hemolitik
Ekspresi IL-3 & GM-CSF ¯ ®
Leukopenia
|
EMP = endothelial microparticle, PMP = platelet microparticle,
PAF = platelet
activating factors, cPLA2 = cytosol
Phospholipase
A2
Klasifikasi
ini memenuhi untuk stratifikasi risiko dan pilihan terapi.
Sebelumnya,
pada “The 8th International
Congress on Antiphospholipid Antibodies” di Sapporo, 1998, APS
diklasifikasikan menjadi: APS Primer, jika tidak ada SLE atau kelainan autoimun
lain. 2). APS Sekunder, jika dijumpai SLE.
1.8.
Spektrum Gambaran
Klinis
·
Asimptomatik pada LA dan/atau ACA
positif
·
simptomatik pada LA dan/atau ACA positif:
~
Perempuan dengan:
§ Riwayat
infertilisasi primer tanpa kelainan ginekologis dan kesuburan.
§ Riwayat
keguguran.
§ Riwayat
toksemia kehamilan
~
Adanya thrombosis
§ Arteri,
vena atau pembuluh darah kecil pada jaringan atau organ
Sindrom antibody
antifosfolipid katastrofa.
Sindroma
antibody antifosfolipid katastrofa adalah kegagalan organ multisystem, sekunder
terhadap thrombosis/infark dan menunjukkan gambaran mikroangiopati pada
pemeriksaan histology.
1.9.
Manifestasi Klinis
Aspek klinis pada
sindrom antifosfolipid dapat berupa aspek klinis seluler dan system. Aspek
klinis seluler adalah sebagai berikut:
·
Anemia hemolitik
·
Apoptosis trofoblastik, sehingga terjadi
penurunan hormone hCG
·
Leukopenia
Aspek
klinis system dapat berupa perdarahan dan thrombosis. Perdarahan disebabkan
oleh 1). Trombositopnia 2). PT memanjang (tromboplastin sensitif-fosfolipid
inefisien), 3). aPTT memanjang (Defisiensi FXIc dan/atau tromboplastin
sensitive-fosfolipid inefisien), dan 4). Hipoprotrombinemia didapat.
Sementara
trombosis disebabkan oleh: 1)apoptosis endothelial, sehingga pelepasan
mikropartikel endothelial dan materi adhesi, 2) trombosit teraktivasi, sehingga
terjadi sticky platelet sydrom, 3) keadaan hiperkoagulalitas, dan 4) keadaan
trombolik.
1.10. Gejala dan Tanda
Kejadian vasopatik atau
vaso-oklusif dapat terjadi pada setiap system organ, maka padan anamnesis
sangat penting untuk mendapatkan riwayat penyakit pasien dan kemungkinan
manifestasi pada organ yang spesifik, Penyakit ini memiliki spectrum klinis
yang luas, mulai dari asimptomatik secara klinis dan indolen sarmpai yang
perjalanan penyakit progresif secara cepat.
§ Mata.penglihatan
kabur atau ganda
§ Kardioresepsi.Nyeri
dada, menjalar ke lengan; napas pendek
§ Gastrointestinal.Nyeri
perut,kembung,muntah.
§ Pembuluh
darah perifer.Nyeri pembengkakan tingaki,kladukasio,ulseri jari,dan nyeri jari
tangan.
§ Muskuluskeletal.Nyeri
tulang, nyeri sendi.
§ Kulit.Purpura/
petekie,ruam livedo retikularis temporer atau menetap, jari-jari tangan/kaki
kehitaman atau terlihat pucat.
§ Neurologi
dan psikiatri.Pingsan,kejang,nyeri kepala,parastesi,paralis,ascending
weakness,tremor,gerakan abnormal,hilangnya memori,masalah dalam pendidikan(
sulit mengerti, berkosentrasi yang dibaca dan dihitung)
§ Endokrin.Rasa
lemah,fatique,artralagi,nyeri abdomen.
§ Urogenital.Hematuri,
edema perifer
§ Riwayat
kehamilan.Keguguran berulang,kelahiran premature, pertumbuhan janin terlambat.
§ Riwayat
keluarga.
§ Riwayat
pengobatan
1.11. Pemeriksaan Fisik
Pada
pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda yang sesuai dengan organ yang terkena
dan dapat melibatkan system organ apapun.
§ Pembuluh
darah perifer
-
Palapasi
tulang atau sendi:nyeri tekan( infark tulang)
-
Nyeri
saat sendi di gerakan, tanpa artritis( nekrosis avaskular)
-
Pembengkakan
tungkai( trombosis vena dalam)
-
Penurunan
pengisian kapiler, denyut nadi, dan perfusi( trombosis arterial/vasopasm)
-
Ganggren(trombosis
arteri/infark)
§ Paru:
Respiratory disteress,takipnea(emboli pulmuner,hipertensi pulmuner)
§ Ginjal
-
Hipertensi(
tormbosis arteri renalis,lesi pembuluh darah intrarenal)
-
Hematuria(tormbosis
vena renalis
§ Jantung
-
Murmur
pada aktup aorta atau mitral
-
Nyeri
dada,diaforesis(infark miokard)
§ Gastrointestinal:
-
Nyeri
tekan pada abdomen kuadran kanan atas, hepatomegali.
-
Nyeri
tekan abdomen.
-
Endokrin:kelemahan
otot,kekuan progresif pada otot-otot pelvis dan paha dengan konfraktur fleksisyang berhubungan dengan insufiensi
adrenal.
§ Mata
-
Oklusi
arteri retina
-
Trombosis
vena retina
§ Manifestasi kulit
-
Livedo
retikularis
-
Lesi
purpura
-
Tromboflebitis
superfisial
-
Vasospasme
-
Splinter
hemorrhages peringgual atau subungual
-
Infark
perifer
-
Ulserasi
-
Memar
§ Kelainan sisitem saraf perifer
-
Strok
-
TIA
-
Parestesia,polineuritis.
-
Paralisis,hiperrefleksi,rasa
lemah.
-
Kelainan
pergerakan tremor khoreiform
-
Kelainan
yang menyerupai sklerosis multiple
-
Kehilangan
memori jangka pendek
-
Pemeriksaan
adarah perifer lengkap
-
LDH,bilirubin,haptoglobin
-
Tes
coombs direk
-
Analisi
urine dipstik untuk hemoglobin
-
Antibodi
antiplatelet.
§ Defisiensi sistem Koagulasi:
-
Protein
C
-
Protein
S
-
Antitrombin
III
-
Antibodi
protein koagulasi,seperti antivbodi anti fsktor II.
§ Polimorfisme genetik:
-
Mutasi
faktor V Leiden
-
Mutasi
gen protrombin 20210A
-
Mutasi
Methylene tetrahydrofolate reductase (MTHFR)
1.12.
Pemeriksaan Radiologis
§ Untuk kejadian trombotik
-
Ultrasonografi
(USG) Dopppler
-
Venografi
-
Ventilation/perfusion
scan
§ Untuk kejadian trombotik arterial
-
Computerized
tomography(CT)
-
Magnetic
resonance imagint (MRI)
-
Arteriografi
-
USG
Doppler
§ Untuk kelainan jantung
-
Ekokardiografi
dua dimensi
-
Ekokardiografi transensofagel
-
Angiografi
dengan karaterisasi
1.13. Patologi
Biopsi dari organ yang terkena, seperti kulit atau
ginjal, mungkin diperlukan untuk menegagakan diagnosis
vaskulopati/mikroangiopati pada APS.
Pemerikasaan histologi pada mikroangiopati trombotik
menunjukan adanya vaskulopti non-inflamasi tanpa vaskulitis. Fibrin thrombin
dihubungkan dena obstruksi dan hiperplasi intimafibrosa dengan rekanalisasi jaringan penyambung intima.Lesi
ginjal,terutama,ditandai dengan oklusi vaskular yang fibrotik dengan trombosis
akut dan lesi vasooklusif pada pembuluh-pembuluh darah intrarenal.Juga dapat
ditemukan fibrosis interstisial dan atrofi.
1.14. Diagnosis Banding
Sindrom antiphospolipid adalah satu dari beberapa keadaan
protrombik dimana trombosis terjadi baik pada vena atau arteri.Msekipun kondisi
lain yang dapat menjadi predisposisi terjadinya trombosis arteri dan vena dapat
di deteksi malalui pemeriksaan laboratorium rutin, adanay antibodi
antifosfolipid mungkin menjadi satu-satunya kelaianan pada pasien dengan
sindrom antifosfolipid sindrom primer.
Penting
untuk dicatat bahwa karena waktu tromboplastin parsial teraktivasi yang normal
tidak menyingkirkan adanya antibodi antikoagulan lupus, seorang pasien yang
menunjukan kejadian trombolik pertama kali harus di scrining antibodi
antikardiolipin dan pemeriksaan lain yuang sensitif dengna antibodi
antikoagulan lupus.Diagnosis yang tidak diperkirakan pada yang sindrom
antifosfolipidnya menunjukak proses yang kronik dan lebihn endolen,
mengakibatkan terjadinya isekemia dan hilngnya fungsi organ yang lambat dan
progresif.
Faktor
resiko sekunder yang meningkatkan kecendrungan trombosis harus dicari. Beberapa
faktor dapat mempengaruhi dinding vena dan arteri, termasuk stasis, cedera
vaskuler, obat-obatn seperti kontrasepsi oral, dan faktor resiko tradisional
untuk aterosklerosis.Sangat penting untuk menghilangkan dan mengurangi
faktor-faktor ini, karen kehadiran antibodi antifosfolipid saja tidak cukup
untuk menyebabkan terjadinya trombosis;”serangan kedua” dikombinasikan dengan
antibodi antifosfolipid diperlukan untuk terjadinya trombosis.Akhirnya, bahkan
pada pasien yang terbuky\ti menderita sindrom antifosfolipid, mengurangi
penyebab dan efeknya dapat sangat sulit. Sebagai contoh , sindrom
antifosfolipid dikaitkan dengan sindrom nefritis, yang juga merupakan faktor
resiko tromboemboli. Penyakit lain yang berhubungan dengan APS seperti:
ITP,kelainan aotuimun sekunder, penyakit kanker, penyakit infeksi, penyakit
hati kronis, sindrom hemolitik, Inkompatibilitas ibu dan bayi, dan talasemia.
1.15. Pengobatan
Pengobatan di bagi menjadi 4 kelompok :1).Profilaksis,
trombosis pembuluh darah kecil;2). Pencegahan trombosis lanjutan pada pembuluh
darah sedang dan besar; 3).Pengobatan mikroangiopati trombolik akut dan ;4)
Penanganan kehamilan yang berhubungan dengan antibodi anti fosfolipid.
Urain berikut akan membahas mengenai
pengobatan dua kelompok pertama.Jenis-jenis obat yang digunakan dalam terapi
medikamnentosa APS dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Beberapa obat yang
digunakan dalam pengobatan APS
|
Asipirin 1-2
mg/kg/hari
|
Tiklopidin 250mg,2
kali sehari
|
Diripidanol 75-400
mg/kg/hari, 3 atau 4 kali/hari
|
Heparin Dosis
inisial:40-170 U/kg IV infus pemeliharaan:18
U/kg/jam IV atau: Dosis
inisial:50-25 U/jam,dosis ditingkatkan 5 U/kg/jam q4h prn berdasarkan hasil PTT
|
Enoksaparin Profililasis(dosis
rata-rata): 30 mg subkutan
setiap 12 jam
|
Terapi:
1mg/kg,subkutan setiap 12 jam.
|
Warfarin 5-15
mg/hari ,dosis dinaikan berdasarkan INR ynag ingin dicapai( 2,5-3,5).
|
ad 1
Pasien asimptomatik tanpa faktor risiko dan riwayat
keluarga dengan trombosis arteri/venaatau keguguran tidak berikan terapi yang spesifik.
Pasien asimptomatik dan terdapat
anggota keluarga yang menderita trombosis arteri/vena atau keguguran dapat
diberikan profilaksis dengan aspirin, namun sebagi klinik tidak menganjurkan pengobatan
ini jika tidak terdapat faktor risiko yang lain. Sebuah studi potongan lintang
pada the physicians health stduy meneliti peranan aspirin 325mg/hari sebagai
obat profalaktis.Aspirin tidak menimbulkan proteksi terhadap trombosis pada
perempuan dengan sindrom antifosfolipid
dan riwayat keguguran.Hidroksiklorokuin dapat memproteksis pasien lupus
eritematosus sistemik dan sindrom antifosfolipid sekunder terhadap terjadinya predisposisi
trombosis harus disingkiran.Modifikasi faktor resiko sekunder untuk
aterosklerosis sebaiknya
dilakukan,sehubungan dengan peranan cedera vaskuler dalam pembentukan trombosis
yang berhubung dengan antibodi antifosfolipid , dan hubungannya dang antibodi
antifosfolipid dan LDL, teroksidasi.
ad 2
Peranan
antikoagulan dalam menurunkan angka kejadian trombosis berlurang telah ditunjukan melalui tiga penelitian retrospektif.Studi pada 19
pasien dengan sinrom antobodi fosfolipid menunjukan angka rekurensi pada 8
tahun sebesar 0% pada pasien yang mendapat antikoagulannya dihentikan, angka
rekurensinya adalah 50% setelah 2 tahun dan 78 setelah 8 tahun. Dua seri studi
lain yang lebih besar menunjukan tingakat proteksi terhadap rombosis vena dan
arteri berhubungan langsung dengan antikoagulasinya. Pada 70 pasien sinrom
antifosfolipid, pengobatan dengan warfirin intensitas menengah dan intensitas
tinggi mrngurangi angka trombosis rekurens secara bermakna, dimana pengobatan
intensitas rrendah tidak memberikan proteksi yang bermakna.hasil yang serupa di
laporkan oleh studi pada 147 pasien dengan sindrom antifosfolipid.pada
kedua studi tersebut, aspirin saja tidak efektif dalam menurunkan angka
trombosis rekurens.
Pasien APS primer dengan trombosit vena
dapat diobati dengan terapi inisial ysng terdiri dari heparrin yang diikuti
dengan warfirin atau heparin berat molekul rendah.Risiko kekambuhan tertinggi
terjadi dalam 6-12 minggu pertama setelah trombosis, namun biasanya pengobatan
diteruskan setidanya sampai 6 bulan pada pasien tanpa faktor risiko lain.
Pasien APS primer dengan trombosis
arteri/infark tanpa faktor risiko lain
dapat diobatin dengan aspirin , sementara pemberian antikoagulan jangka
panjang, namun Antiphospholipid Antibodies in stroke study( APASS) melaporkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam rekurensi stroke anatar kelompok yang diobati dengan
aspirin saja dibandingkan dengan kelompok yang diobati dengan aspirin dan warfirin.
Pasien APS sekunder dengan trombosis
arteri atau vena diindikasikan untuk pemberian terapi antiplatelet ditamabah
antikoagulan. Pada pasien dengan LA positif
dan memilik faktor risiko lain pemberian antikoagulan seumur hidup
mungkin di perlukan.
1.16. Pengobatan pada ibu hamil
Perempuan hamil
dengan antibodi anftifosfolipid positif dan riwayat dua atau lebih kehingalan
kehamilan dari atau satu atau lebih
kehilangan kehamilan akhir .preeklamsi, pertumbuhan janin terlambat, atau
abrupsio , disarankan pemberian aspirin
anterpartum ditambah dengan profilaksis heparin dosis kecil atau sedang.
Perempuan hamil dengan antifosfolipid
positif tanpa riwayat tromboemboli vean
atau kehilangan kehamilan harus di pertimbangkan mempunyai peningkatan rid\siko
timbulnya trombosis vena dan, barangkali, kehilangan kehamilan.Pendekatan yang
dapatv dilakukan adalah observasi,pemberian heparin dosis kecil, profilaksi
LMWH, dan/aspirin dosis rendah, 75-167 mg sehari.
Pasien dengan APLA dan riwayat
trombosis vena, pada umumnya mendapat antikoagualan oral jangka panjang oleh
karena risiko kambuh yang tinggi.Selama dalam masa kehamilan, di samping
pemberian aspirin dosis mini direkomendasikan dosis terapi LMWH atau UFH .Saat
pascapartum, terapi antikoagualan oral jangka panjang dilanjutkan
Perempuan homozygous MTHFR
variantermolabil ( C677T) ,disarnakan pemberian suplemen asam folat sebelum konsepsi atau, jika telah hamil,
secepat mungkin dan selama kehamilan.
Perempuan dengan suatu trombofilia
kongenital dan keguguran berlulang pada trimester kedua atau setelahnya,
preeklampsi berulang atau hebat, atau abruksio, disarankan pemberian aspirin
dosis mini disamping profilaksis UFH atau MLWH dosis kecil.Saat pascapartum,
juga disarankan pemberian antikoagulan pada perempuan ini.
Bab ii PENUTUP
2.1
Kesimpulan
Sindroma
antibodi antifosfolipid (antibody
antiphospholipid syndrome, APS) didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia
autoimun yang ditandai dengan adanya 1) antibody antifosfolipid (antibody
antikardiolipin dan/ atau antikoagulan lupus) yang menetap (persisten) serta 2)
kejadian berulang thrombosis vena/ arteri, keguguran, atau trombositopnia. Faktor
risiko penting adalah riwayat trombosis, adanya antibody antikoagulan lupus,
dan peningkatan kadar antibody antikardiolipin IgG. Sindrom antiphospolipid adalah satu dari beberapa keadaan
protrombik dimana trombosis terjadi baik pada vena atau arteri.Msekipun kondisi
lain yang dapat menjadi predisposisi terjadinya trombosis arteri dan vena dapat
di deteksi malalui pemeriksaan laboratorium rutin, adanay antibodi
antifosfolipid mungkin menjadi satu-satunya kelaianan pada pasien dengan
sindrom antifosfolipid sindrom primer. Pengobatan di bagi menjadi 4 kelompok
:1).Profilaksis, trombosis pembuluh darah kecil;2). Pencegahan trombosis
lanjutan pada pembuluh darah sedang dan besar; 3).Pengobatan mikroangiopati
trombolik akut dan ;4) Penanganan kehamilan yang berhubungan dengan antibodi
anti fosfolipid.
Daftar pustaka
1. Rantam,
Fedik A. 2003. Metode Imunologi. Surabaya.
Universitas Airlangga
2. Sudoyo,
Aru W. 2009. Imu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
terima kasih untuk blog yng menarik ini. Bagaimana pengetesan Faktor V dan VIII/Faktor XII apakah bisa dilakukan di lab? biasa untuk APS ini dites ACA dan Anti B2 glycoprotein saja...mohon pencerahan. Tksh.
BalasHapusThe Casino at Borgata | Dr.MCD
BalasHapusLocated 속초 출장안마 on the main floor of Borgata 광양 출장안마 Hotel 구미 출장안마 Casino 문경 출장안마 & 이천 출장안마 Spa, this 5-star hotel and casino has been voted Best Overall Hotel by Borgata Hotel Casino