Sabtu, 12 Mei 2012

SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID:


BAB 1
                                        PENDAHULUAN DAN PEMBAHASAN                                                         
SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID:
ASPEK HEMATOLOGIK DAN PENATALAKSANAAN

1.1.      Latar Belakang

Sindroma antibodi antifosfolipid (antibody antiphospholipid syndrome, APS) didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai dengan adanya 1) antibody antifosfolipid (antibody antikardiolipin dan/ atau antikoagulan lupus) yang menetap (persisten) serta 2) kejadian berulang thrombosis vena/ arteri, keguguran, atau trombositopnia. Sindrom ini pertama kali diusulkan oleh Hughes dan Harris antara tahun 1983-1986, oleh karena itu sindrom ini dikenal juga sebagaii sindrom Hughes.
Antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibody, aPLA) didefiinisikan sebagai immunoglobulin yang bereaksi dengan dinding biologis sel bagian luar yang komponen utamanya adalah fosfolipid.
Fosfolipid antikoagulan disebut juga sebagai antifosfolipid (antiphospholipid, aPL), yang secara structural hampir menyerupai komplemen. Secara alamiah (fisiologis), aPL yang dibentuk oleh tubuh adalah b2 glikoprotein I (b2GPI), berfungsi sebagai pengontrol aktivitas fosfolipid prokoagulan (PL) yang mengandung enzim fosfolipase A, PLA ). b2GPI merupakan enzim yang terikat oleh apolipoprotein-H (Apo-H) sebagai penghambat enzim PLA2. Selain dari b2GPI, secara alamiah tubuh juga membentuk annexia V atau “placental anticoagulant protein I” yang disebut juga sebagai “plasental aPL”, yang sangat kuat menghambat enzim PLA2, terutama pada kehamilan dan kematian sel (apoptosis). Penghambat PLA2 yang secara patologis terbentuk diketahui sebagai inhibitor Lupus yang lebih dikenal sebagai Antikoagulan Lupus (Lupus Anticoagulant, LA) yang terdiri dari subgrup, yaitu: a). LA sensitif tromboplastin yang menghambat kompleks VIIa, III, PL, dan Ca++, mengakibatkan pemanjangan massa protrombin (PT), khususnya pada pemeriksaan dengan “diluted PT’; b). LA non-sensitif  tromboplastin yang menghambat kompleks VIIIa, IXa, PL, Ca++ mengakibatkan pemanjangan masa tromboplastin teraktifasi parsial (aPTT) dan/atau yang menghambat kompleks Xa, Va, PL, dan Ca++ mengakibatkan pemanjangan dRVVT-1 pada dRVVT-2 normal.
Berbagai jenis aPLA dapat dibangun oleh berbagai antigen yang terikat pada epitope fosfolipid pada bagian luar dinding biologis sel yang terpapar. Sebagai contoh, aPLA dependen protrombin dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat apolipoprotein, pengikat LA atau protrombin; aPLA dependen b2-GPI dibangun oleh epitope  fosfolipid pengikat Apo-H pengikat b2-GPI; dan aPLA dependen anneksin V dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat apolipoprotein-pengikat annexin V; sedangkan aPLA dependen LDL teroksidasi dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat apolipoprotein-pengikat LDL teroksidasi.
Kebanyakan jenis aPLA yang ditemukan dapat bereaksi langsung terhadap kofaktor plasma protein (apolipoprotein) yang terikat kardiolipin (difosfatidilgliserol) yang dapat dideteksi secara ELISA atau radioummunoassay (RIA), disebut sebagai antibodi antikardiolipin (anticardiolipin antibody, ACA).

1.2.      Epidemiologi

Antibodi antifosfolipid dijumpai sejak usia muda, prevalensi ACA dan LA pada subyek control sehat adalah 1-5%. Sebagaimana autoantibody lainnya, prevalensi antibodi antifosfolipid meningkat seiring dengan bertambah umur, khususnya di antara pasien usia lanjut dengan penyakit kronis penyerta.
Di antara pasien dengan SLE, prevalensi ACA positif sekitar 12-30%, dan sekitar 15-34% dengan antibodi LA positif. Banyak pasien yang menunjukkan bukti laboratorium adanya antibodi antifosfolipid, tidak menunjukkan gejala klinis. Data yang ada untuk subyek control sehat, tidak cukup untuk memperhitungkan presentase mereka yang memiliki antibodi antifosfolipid dan akan menunjukkan gejala trombosis atau komplikasi kehamilan yang sesuai dengan APS. Sebaliknya, APS dapat berkembang dalam 20 tahun pada 50-70% pasien baik dengan lupus eritematosus sistemik maupun antibody antifosfolipid. Meskipun demikian, hampir 30% pasien lupus eritematosus sistemik dan dengan antibody antikardiolipin, sedikit sekali menunjukkan bukti klinis APS pada pemantauan sekitar 7 tahun.
Studi prospektif telah menunjukkan hubungan antara antibodi antifosfolipid dan episode pertamam dari thrombosis venadan infark miokard, serta strok berulang. Oleh karena itu, hal yang menjadi penting adalah identifikasi pasien dengan antibodi antifosfolipid yang risikonya terhadap kejadian trombotik meningkat. Faktor risiko penting adalah riwayat trombosis, adanya antibody antikoagulan lupus, dan peningkatan kadar antibody antikardiolipin IgG. Masing-masing meningkatkan risiko trombosis sampai lima kali lipat, meskipun tidak semua studi melaporkan hasil yang sama. Namun, kecuali riwayat kejadian trombotik, factor risiko yang lain tidak cukup untuk digunakan sebagai faktor prediktif dilakukannya terapi.

1.3.      Kriteria Diagnostik

Diagnosis APSrang  ditegakkan dengan 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium, sesuai dengan konsensus pada simposium internasional mengenai antibodi antifosfolipid di Sapporo pada 1998.

1.4.      Kriteria Klinis

1.4.1.        Trombosis Pembuluh Darah
Satu atau lebih episode klinis dari trombosis arteri, vena atau pembuluh darah kecil pada jaringan atau organ yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan pencitraan/ Doppler atau histopatologis (tanpa inflamasi dinding pembuluh darah).
1.4.2.        Morbiditas Kehamilan
·         Satu atau lebih kematian janin berusia 10 minggu atau kurang, yang tidak dapat dijelaskan-diketahui dengan ultrasonografi atau pemeriksaan langsung, atau
·         Satu atau lebih kelahiran premature dari neonatus normal berusia 34 minggu atau kurang, akibat eklampsia atau infusiensi plaseenta berat, atau
·         Tiga atau lebih aborsi spontan konsekutif sebelum usia kehamilan 10 minggu yang tidak dapat dijelaskan dimana kelainan anatomi, genetika, atau hormonal telah disingkirkan.
1.4.3.        Kriteria Laboratorium
·         IgG Antibodi Antikardiolipin, dan/atau isotope IgM pada titer sedang atau tinggi pada 2 atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurang-kurangnya 6 minggu, diukur dengan ELISA terstandarisasi untuk antibody dependen b2GPI.
·         Adanya Antikoagulan Lupus dalam plasma pada 2 atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurang-kurangnya 6 minggu, dideteksi menurut panduan dari The International Society on Thrombosis and Hemostasis (Scientific Subcommite on Lupus Anticoagulants/Phospholipids-Dependent Antibodies).

1.5.      Patofisiologi

Asosiasi klinik trombosis dari anti-b2GPI dan anti-anneksin V berupa trombosis vena dan/atau arteri; antioksidan LDL berupa trombosis arteri; sedangkan LA (aPL dependen protrombin) dapat berupa perdarahan atau trombosis, tetapi thrombosis vena dan/atau arteri lebih sering dijumpai daripada perdarahan.

1.6.      Trombogenesis

Trombosis dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut ini:
·      Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis b2GPI mengakibatkan ekspresi berlebihan PL-A2
·      Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis Anneksin V mengakibatkan ekspresi berlebihan PL-A2
·      Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis trombomodulin, sehingga secara tidak langsung antibodi antifosfolipid menghambat aktivasi protein C.
·      Antibodi antifosfolipid secara langsung menginaktivasi protein sebagai kofaktor protein C
·      Antibodi antifosfolipid secara langsung menginaktivasi protein C mengakibatkan aktivasi FV dan FVIII berlebihan mengakibatkkan hiperkoagulasi.
·      Antibodi antifosfolipid secara langsung berinterferensi dengan autoantibody kompleks heparin-antitrombin, mengaktifkan reseptor Fc sel imunoefektor mengekspresikan tromboplastin jaringan yang akan mengaktivasi koagulasi.

1.7.      Klasifikasi APS

Pada “the 11th International Congress on Antiphospholipid Antibodies” di Sydney, 2004, telah diusulkan klasifikasi sebagai berikut:
·      APS sebagai penyakit tunggal
·      APS yang berhubungan dengan penyakit lain termasuk
·      SLE
·      APS katastrofa

Tabel 1. Antigenik “Fosfolipid Pengikat Protein” sebagai Sasaran aPLA
      
                Protein                                                                             Sel

Fosfolipid anionic
Glikoprotein 1-b2
Anneksin V


Trombomodulin
Protein C
Protein S

Protrombin
Faktor Xlc
IL-3 & GM-CSF
Trofoblas ®Apoptosis®penurunan ekspresi
HGC
Endotel    ®Apoptosis®pelepasan EMP
 ® VCAM -1, ECAM-1, E-selectin,
Faktor Jaringan
Trombosit®pelepasan PAF & ekspresi
Berlebihan GPllb/IIIa®Apoptosis®pelepasan
cPLA2,
PMP®trombositopnia
Eritrosit®Anemia hemolitik

Ekspresi  IL-3 & GM-CSF ¯ ® Leukopenia
EMP = endothelial microparticle, PMP = platelet microparticle,
PAF  = platelet activating factors, cPLA2 = cytosol
Phospholipase A2
Klasifikasi ini memenuhi untuk stratifikasi risiko dan pilihan terapi.
Sebelumnya, pada “The 8th International Congress on Antiphospholipid Antibodies” di Sapporo, 1998, APS diklasifikasikan menjadi: APS Primer, jika tidak ada SLE atau kelainan autoimun lain. 2). APS Sekunder, jika dijumpai SLE.

1.8.      Spektrum Gambaran Klinis

·         Asimptomatik pada LA dan/atau ACA positif
·         simptomatik pada LA dan/atau ACA positif:
~        Perempuan dengan:
§  Riwayat infertilisasi primer tanpa kelainan ginekologis dan kesuburan.
§  Riwayat keguguran.
§  Riwayat toksemia kehamilan
~        Adanya thrombosis
§  Arteri, vena atau pembuluh darah kecil pada jaringan atau organ
Sindrom antibody antifosfolipid katastrofa.
Sindroma antibody antifosfolipid katastrofa adalah kegagalan organ multisystem, sekunder terhadap thrombosis/infark dan menunjukkan gambaran mikroangiopati pada pemeriksaan histology.

1.9.      Manifestasi Klinis

Aspek klinis pada sindrom antifosfolipid dapat berupa aspek klinis seluler dan system. Aspek klinis seluler adalah sebagai berikut:
·         Anemia hemolitik
·         Apoptosis trofoblastik, sehingga terjadi penurunan hormone hCG
·         Leukopenia
Aspek klinis system dapat berupa perdarahan dan thrombosis. Perdarahan disebabkan oleh 1). Trombositopnia 2). PT memanjang (tromboplastin sensitif-fosfolipid inefisien), 3). aPTT memanjang (Defisiensi FXIc dan/atau tromboplastin sensitive-fosfolipid inefisien), dan 4). Hipoprotrombinemia didapat.
Sementara trombosis disebabkan oleh: 1)apoptosis endothelial, sehingga pelepasan mikropartikel endothelial dan materi adhesi, 2) trombosit teraktivasi, sehingga terjadi sticky platelet sydrom, 3) keadaan hiperkoagulalitas, dan 4) keadaan trombolik.

1.10.  Gejala dan Tanda

          Kejadian vasopatik atau vaso-oklusif dapat terjadi pada setiap system organ, maka padan anamnesis sangat penting untuk mendapatkan riwayat penyakit pasien dan kemungkinan manifestasi pada organ yang spesifik, Penyakit ini memiliki spectrum klinis yang luas, mulai dari asimptomatik secara klinis dan indolen sarmpai yang perjalanan penyakit progresif secara cepat.
§  Mata.penglihatan kabur atau ganda
§  Kardioresepsi.Nyeri dada, menjalar ke lengan; napas pendek
§  Gastrointestinal.Nyeri perut,kembung,muntah.
§  Pembuluh darah perifer.Nyeri pembengkakan tingaki,kladukasio,ulseri jari,dan nyeri jari tangan.
§  Muskuluskeletal.Nyeri tulang, nyeri sendi.
§  Kulit.Purpura/ petekie,ruam livedo retikularis temporer atau menetap, jari-jari tangan/kaki kehitaman atau terlihat pucat.
§  Neurologi dan psikiatri.Pingsan,kejang,nyeri kepala,parastesi,paralis,ascending weakness,tremor,gerakan abnormal,hilangnya memori,masalah dalam pendidikan( sulit mengerti, berkosentrasi yang dibaca dan dihitung)
§  Endokrin.Rasa lemah,fatique,artralagi,nyeri abdomen.
§  Urogenital.Hematuri, edema perifer
§  Riwayat kehamilan.Keguguran berulang,kelahiran premature, pertumbuhan janin terlambat.
§  Riwayat keluarga.
§  Riwayat pengobatan

1.11.  Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda yang sesuai dengan organ yang terkena dan dapat melibatkan system organ apapun.
§  Pembuluh darah perifer
-        Palapasi tulang atau sendi:nyeri tekan( infark tulang)
-        Nyeri saat sendi di gerakan, tanpa artritis( nekrosis avaskular)
-        Pembengkakan tungkai( trombosis vena dalam)
-        Penurunan pengisian kapiler, denyut nadi, dan perfusi( trombosis arterial/vasopasm)
-        Ganggren(trombosis arteri/infark)
§  Paru: Respiratory disteress,takipnea(emboli pulmuner,hipertensi pulmuner)
§  Ginjal
-        Hipertensi( tormbosis arteri renalis,lesi pembuluh darah intrarenal)
-        Hematuria(tormbosis vena renalis
§  Jantung
-        Murmur pada aktup aorta atau mitral
-        Nyeri dada,diaforesis(infark miokard)
§  Gastrointestinal:
-        Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas, hepatomegali.
-        Nyeri tekan abdomen.
-        Endokrin:kelemahan otot,kekuan progresif pada otot-otot pelvis dan paha dengan konfraktur  fleksisyang berhubungan dengan insufiensi adrenal.
§  Mata
-        Oklusi arteri retina
-        Trombosis vena retina
§  Manifestasi kulit
-        Livedo retikularis
-        Lesi purpura
-        Tromboflebitis superfisial
-        Vasospasme
-        Splinter hemorrhages peringgual atau subungual
-        Infark perifer
-        Ulserasi
-        Memar
§  Kelainan sisitem saraf perifer
-        Strok
-        TIA
-        Parestesia,polineuritis.
-        Paralisis,hiperrefleksi,rasa lemah.
-        Kelainan pergerakan tremor khoreiform
-        Kelainan yang menyerupai sklerosis multiple
-        Kehilangan memori jangka pendek
-        Pemeriksaan adarah perifer lengkap
-        LDH,bilirubin,haptoglobin
-        Tes coombs direk
-        Analisi urine dipstik untuk hemoglobin
-        Antibodi antiplatelet.
§  Defisiensi sistem Koagulasi:
-        Protein C
-        Protein S
-        Antitrombin III
-        Antibodi protein koagulasi,seperti antivbodi anti fsktor II.
§  Polimorfisme genetik:
-        Mutasi faktor V Leiden
-        Mutasi gen protrombin 20210A
-        Mutasi Methylene tetrahydrofolate reductase (MTHFR)

1.12.  Pemeriksaan Radiologis

§  Untuk kejadian trombotik
-        Ultrasonografi (USG) Dopppler
-        Venografi
-        Ventilation/perfusion scan
§  Untuk kejadian trombotik arterial
-        Computerized tomography(CT)
-        Magnetic resonance imagint (MRI)
-        Arteriografi
-        USG Doppler
§  Untuk kelainan jantung
-        Ekokardiografi dua dimensi
-         Ekokardiografi transensofagel
-        Angiografi dengan karaterisasi

1.13.  Patologi

Biopsi dari organ yang terkena, seperti kulit atau ginjal, mungkin diperlukan untuk menegagakan diagnosis vaskulopati/mikroangiopati pada APS.
Pemerikasaan histologi pada mikroangiopati trombotik menunjukan adanya vaskulopti non-inflamasi tanpa vaskulitis. Fibrin thrombin dihubungkan dena obstruksi dan hiperplasi intimafibrosa dengan  rekanalisasi jaringan penyambung intima.Lesi ginjal,terutama,ditandai dengan oklusi vaskular yang fibrotik dengan trombosis akut dan lesi vasooklusif pada pembuluh-pembuluh darah intrarenal.Juga dapat ditemukan fibrosis interstisial dan atrofi.

1.14.  Diagnosis Banding

Sindrom antiphospolipid adalah satu dari beberapa keadaan protrombik dimana trombosis terjadi baik pada vena atau arteri.Msekipun kondisi lain yang dapat menjadi predisposisi terjadinya trombosis arteri dan vena dapat di deteksi malalui pemeriksaan laboratorium rutin, adanay antibodi antifosfolipid mungkin menjadi satu-satunya kelaianan pada pasien dengan sindrom antifosfolipid sindrom primer.
         Penting untuk dicatat bahwa karena waktu tromboplastin parsial teraktivasi yang normal tidak menyingkirkan adanya antibodi antikoagulan lupus, seorang pasien yang menunjukan kejadian trombolik pertama kali harus di scrining antibodi antikardiolipin dan pemeriksaan lain yuang sensitif dengna antibodi antikoagulan lupus.Diagnosis yang tidak diperkirakan pada yang sindrom antifosfolipidnya menunjukak proses yang kronik dan lebihn endolen, mengakibatkan terjadinya isekemia dan hilngnya fungsi organ yang lambat dan progresif. 
         Faktor resiko sekunder yang meningkatkan kecendrungan trombosis harus dicari. Beberapa faktor dapat mempengaruhi dinding vena dan arteri, termasuk stasis, cedera vaskuler, obat-obatn seperti kontrasepsi oral, dan faktor resiko tradisional untuk aterosklerosis.Sangat penting untuk menghilangkan dan mengurangi faktor-faktor ini, karen kehadiran antibodi antifosfolipid saja tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya trombosis;”serangan kedua” dikombinasikan dengan antibodi antifosfolipid diperlukan untuk terjadinya trombosis.Akhirnya, bahkan pada pasien yang terbuky\ti menderita sindrom antifosfolipid, mengurangi penyebab dan efeknya dapat sangat sulit. Sebagai contoh , sindrom antifosfolipid dikaitkan dengan sindrom nefritis, yang juga merupakan faktor resiko tromboemboli. Penyakit lain yang berhubungan dengan APS seperti: ITP,kelainan aotuimun sekunder, penyakit kanker, penyakit infeksi, penyakit hati kronis, sindrom hemolitik, Inkompatibilitas ibu dan bayi, dan talasemia.

1.15.  Pengobatan

Pengobatan di bagi menjadi 4 kelompok :1).Profilaksis, trombosis pembuluh darah kecil;2). Pencegahan trombosis lanjutan pada pembuluh darah sedang dan besar; 3).Pengobatan mikroangiopati trombolik akut dan ;4) Penanganan kehamilan yang berhubungan dengan antibodi anti fosfolipid.
         Urain berikut akan membahas mengenai pengobatan dua kelompok pertama.Jenis-jenis obat yang digunakan dalam terapi medikamnentosa APS dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Beberapa obat yang digunakan dalam pengobatan APS
NAMA                                                                                  DOSIS
Asipirin                                                                                  1-2 mg/kg/hari
Tiklopidin                                                                              250mg,2 kali sehari
Diripidanol                                                                             75-400 mg/kg/hari, 3 atau 4 kali/hari
Heparin                                                                                  Dosis inisial:40-170 U/kg IV infus                                                                                                    pemeliharaan:18 U/kg/jam IV atau:                                                                                                     Dosis inisial:50-25 U/jam,dosis                                                                                                       ditingkatkan 5 U/kg/jam q4h prn                                                                                                    berdasarkan hasil PTT
Enoksaparin                                                                          Profililasis(dosis rata-rata): 30 mg                                                                                                  subkutan setiap 12 jam
                                                                                                Terapi: 1mg/kg,subkutan setiap 12                                                                                                         jam.
Warfarin                                                                                5-15 mg/hari ,dosis dinaikan                                                                                                                         berdasarkan  INR ynag ingin                                                                                                                      dicapai( 2,5-3,5).

         ad 1
Pasien asimptomatik tanpa faktor risiko dan riwayat keluarga dengan trombosis arteri/venaatau keguguran tidak berikan terapi yang spesifik.
         Pasien asimptomatik dan terdapat anggota keluarga yang menderita trombosis arteri/vena atau keguguran dapat diberikan profilaksis dengan aspirin, namun sebagi klinik tidak menganjurkan pengobatan ini jika tidak terdapat faktor risiko yang lain. Sebuah studi potongan lintang pada the physicians health stduy meneliti peranan aspirin 325mg/hari sebagai obat profalaktis.Aspirin tidak menimbulkan proteksi terhadap trombosis pada perempuan dengan sindrom antifosfolipid  dan riwayat keguguran.Hidroksiklorokuin dapat memproteksis pasien lupus eritematosus sistemik dan sindrom antifosfolipid  sekunder terhadap terjadinya predisposisi trombosis harus disingkiran.Modifikasi faktor resiko sekunder untuk aterosklerosis  sebaiknya dilakukan,sehubungan dengan peranan cedera vaskuler dalam pembentukan trombosis yang berhubung dengan antibodi antifosfolipid , dan hubungannya dang antibodi antifosfolipid dan LDL, teroksidasi.
         ad 2 
Peranan antikoagulan dalam menurunkan angka kejadian trombosis berlurang  telah ditunjukan melalui  tiga penelitian retrospektif.Studi pada 19 pasien dengan sinrom antobodi fosfolipid menunjukan angka rekurensi pada 8 tahun sebesar 0% pada pasien yang mendapat antikoagulannya dihentikan, angka rekurensinya adalah 50% setelah 2 tahun dan 78 setelah 8 tahun. Dua seri studi lain yang lebih besar menunjukan tingakat proteksi terhadap rombosis vena dan arteri berhubungan langsung dengan antikoagulasinya. Pada 70 pasien sinrom antifosfolipid, pengobatan dengan warfirin intensitas menengah dan intensitas tinggi mrngurangi angka trombosis rekurens secara bermakna, dimana pengobatan intensitas rrendah tidak memberikan proteksi yang bermakna.hasil yang serupa di laporkan  oleh studi pada  147 pasien dengan sindrom antifosfolipid.pada kedua studi tersebut, aspirin saja tidak efektif dalam menurunkan angka trombosis rekurens.
         Pasien APS primer dengan trombosit vena dapat diobati dengan terapi inisial ysng terdiri dari heparrin yang diikuti dengan warfirin atau heparin berat molekul rendah.Risiko kekambuhan tertinggi terjadi dalam 6-12 minggu pertama setelah trombosis, namun biasanya pengobatan diteruskan setidanya sampai 6 bulan pada pasien tanpa faktor risiko lain.
         Pasien APS primer dengan trombosis arteri/infark  tanpa faktor risiko lain dapat diobatin dengan aspirin , sementara pemberian antikoagulan jangka panjang, namun Antiphospholipid Antibodies in stroke study( APASS) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam rekurensi  stroke anatar kelompok yang diobati dengan aspirin saja dibandingkan dengan kelompok yang diobati dengan aspirin dan warfirin.
         Pasien APS sekunder dengan trombosis arteri atau vena diindikasikan untuk pemberian terapi antiplatelet ditamabah antikoagulan. Pada pasien dengan LA positif  dan memilik faktor risiko lain pemberian antikoagulan seumur hidup mungkin di perlukan.

1.16.  Pengobatan pada ibu hamil

Perempuan hamil dengan antibodi anftifosfolipid positif dan riwayat dua atau lebih kehingalan kehamilan dari  atau satu atau lebih kehilangan kehamilan akhir .preeklamsi, pertumbuhan janin terlambat, atau abrupsio , disarankan  pemberian  aspirin  anterpartum ditambah dengan profilaksis heparin dosis kecil atau sedang.
         Perempuan hamil dengan antifosfolipid positif  tanpa riwayat tromboemboli vean atau kehilangan kehamilan harus di pertimbangkan mempunyai peningkatan rid\siko timbulnya trombosis vena dan, barangkali, kehilangan kehamilan.Pendekatan yang dapatv dilakukan adalah observasi,pemberian heparin dosis kecil, profilaksi LMWH, dan/aspirin dosis rendah, 75-167 mg sehari.
         Pasien dengan APLA dan riwayat trombosis vena, pada umumnya mendapat antikoagualan oral jangka panjang oleh karena risiko kambuh yang tinggi.Selama dalam masa kehamilan, di samping pemberian aspirin dosis mini direkomendasikan dosis terapi LMWH atau UFH .Saat pascapartum, terapi antikoagualan oral jangka panjang dilanjutkan
         Perempuan homozygous MTHFR variantermolabil ( C677T) ,disarnakan pemberian suplemen asam folat  sebelum konsepsi atau, jika telah hamil, secepat mungkin dan selama kehamilan.
         Perempuan dengan suatu trombofilia kongenital dan keguguran berlulang pada trimester kedua atau setelahnya, preeklampsi berulang atau hebat, atau abruksio, disarankan pemberian aspirin dosis mini disamping profilaksis UFH atau MLWH dosis kecil.Saat pascapartum, juga disarankan pemberian antikoagulan pada perempuan ini.  





 Bab ii  PENUTUP

2.1 Kesimpulan
Sindroma antibodi antifosfolipid (antibody antiphospholipid syndrome, APS) didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai dengan adanya 1) antibody antifosfolipid (antibody antikardiolipin dan/ atau antikoagulan lupus) yang menetap (persisten) serta 2) kejadian berulang thrombosis vena/ arteri, keguguran, atau trombositopnia. Faktor risiko penting adalah riwayat trombosis, adanya antibody antikoagulan lupus, dan peningkatan kadar antibody antikardiolipin IgG. Sindrom antiphospolipid adalah satu dari beberapa keadaan protrombik dimana trombosis terjadi baik pada vena atau arteri.Msekipun kondisi lain yang dapat menjadi predisposisi terjadinya trombosis arteri dan vena dapat di deteksi malalui pemeriksaan laboratorium rutin, adanay antibodi antifosfolipid mungkin menjadi satu-satunya kelaianan pada pasien dengan sindrom antifosfolipid sindrom primer. Pengobatan di bagi menjadi 4 kelompok :1).Profilaksis, trombosis pembuluh darah kecil;2). Pencegahan trombosis lanjutan pada pembuluh darah sedang dan besar; 3).Pengobatan mikroangiopati trombolik akut dan ;4) Penanganan kehamilan yang berhubungan dengan antibodi anti fosfolipid.
















Daftar pustaka
1.      Rantam, Fedik A. 2003. Metode Imunologi. Surabaya. Universitas Airlangga
2.      Sudoyo, Aru W. 2009. Imu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

2 komentar:

  1. terima kasih untuk blog yng menarik ini. Bagaimana pengetesan Faktor V dan VIII/Faktor XII apakah bisa dilakukan di lab? biasa untuk APS ini dites ACA dan Anti B2 glycoprotein saja...mohon pencerahan. Tksh.

    BalasHapus
  2. The Casino at Borgata | Dr.MCD
    Located 속초 출장안마 on the main floor of Borgata 광양 출장안마 Hotel 구미 출장안마 Casino 문경 출장안마 & 이천 출장안마 Spa, this 5-star hotel and casino has been voted Best Overall Hotel by Borgata Hotel Casino

    BalasHapus